Sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia pada tahun 2014, sistem pelayanan kesehatan mengalami berbagai perubahan, termasuk dalam bidang pengkodean medis. Koder atau petugas yang bertanggung jawab dalam melakukan pengkodean diagnosis dan prosedur medis memiliki peran krusial dalam keberlangsungan sistem JKN. Namun, dalam praktiknya, koder menghadapi berbagai tantangan yang mempengaruhi akurasi dan efisiensi kerja mereka. Berikut adalah beberapa tantangan utama yang dihadapi koder dalam era JKN:
1. Kompleksitas Sistem Klasifikasi
JKN menggunakan sistem klasifikasi internasional seperti ICD-10 (International Classification of Diseases, 10th Revision) dan ICD-9-CM (International Classification of Diseases, 9th Revision, Clinical Modification) untuk kode tindakan. Kompleksitas sistem ini sering menjadi kendala bagi koder, terutama dalam menyesuaikan dengan berbagai perubahan dan pembaruan kode yang dilakukan secara berkala.
2. Ketepatan dan Konsistensi dalam Pengkodean
Kesalahan dalam pengkodean diagnosis dan prosedur medis dapat berdampak pada klaim pembayaran dari BPJS Kesehatan. Koder dituntut untuk selalu akurat dalam menentukan kode yang sesuai dengan rekam medis pasien. Namun, ketidakkonsistenan dalam dokumentasi oleh tenaga medis sering menjadi kendala dalam menetapkan kode yang tepat.
3. Kurangnya Sumber Daya dan Pelatihan
Banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan masih kekurangan tenaga koder yang memiliki keahlian dan sertifikasi yang memadai. Selain itu, pelatihan dan sosialisasi mengenai perubahan kebijakan dan regulasi terkait JKN masih terbatas, sehingga banyak koder kesulitan untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru dalam sistem pengkodean.
4. Tekanan dari Target dan Beban Kerja yang Tinggi
Dalam sistem JKN, rumah sakit harus mengajukan klaim dengan batas waktu tertentu agar biaya pelayanan dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Koder sering kali menghadapi tekanan untuk menyelesaikan pengkodean dalam waktu singkat, yang dapat meningkatkan risiko kesalahan. Selain itu, jumlah pasien yang tinggi menambah beban kerja koder, terutama di rumah sakit dengan fasilitas terbatas.
5. Koordinasi dengan Tenaga Medis dan Administrasi
Proses pengkodean yang akurat memerlukan koordinasi yang baik antara koder, dokter, dan tenaga administrasi rumah sakit. Sayangnya, masih banyak kasus di mana tenaga medis tidak mendokumentasikan diagnosis dan prosedur secara rinci, sehingga menyulitkan koder dalam menentukan kode yang sesuai. Kurangnya pemahaman tenaga medis tentang pentingnya pengkodean yang akurat juga menjadi tantangan tersendiri.
6. Perubahan Kebijakan dan Regulasi yang Dinamis
Regulasi terkait JKN terus mengalami perubahan, termasuk dalam kebijakan tarif INA-CBGs (Indonesia Case-Based Groups) yang digunakan dalam sistem pembayaran klaim. Koder harus selalu memperbarui pemahaman mereka tentang aturan terbaru agar tidak terjadi kesalahan dalam proses klaim.
Kesimpulan
Peran koder dalam era JKN sangat penting dalam menjamin kelancaran proses klaim dan pembayaran layanan kesehatan. Namun, berbagai tantangan seperti kompleksitas sistem pengkodean, tekanan kerja yang tinggi, serta kurangnya pelatihan dan koordinasi dengan tenaga medis menjadi hambatan utama yang harus diatasi. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk rumah sakit dan pemerintah, untuk meningkatkan kualitas tenaga koder melalui pelatihan yang berkelanjutan serta perbaikan sistem dokumentasi medis. Dengan demikian, sistem JKN dapat berjalan lebih efektif dan efisien, memberikan manfaat maksimal bagi seluruh peserta dan penyedia layanan kesehatan.
luar biasa…semangat